Bagi para HR professional atau pelaku bisnis, pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah PPh 21. PPh 21 merupakan salah satu komponen perhitungan penggajian yang paling rumit dikarenakan banyaknya elemen yang harus diperhatikan.
Untuk menghitung PPh 21 seorang karyawan, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah menghitung Penghasilan Bruto karyawan, lalu dilanjutkan dengan Penghasilan Neto, menghitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP), menghitung penghasilan kena pajak (PKP), baru kemudian Anda baru dapat menghitung persentase PPh 21 yang harus di potong.
Untuk pedoman perhitungan PPh 21 yang lebih jelas, terperinci, dan runut simak penjelasan di bawah ini.
Penghasilan Bruto
Penghasilan Bruto adalah hal pertama yang harus Anda hitung sebelum melakukan perhitungan PPh 21. Penghasilan bruto adalah jumlah keseluruhan komponen gaji seorang yang diterima oleh seorang karyawan.
Komponen yang masuk ke dalam perhitungan Penghasilan Bruto karyawan, diantaranya adalah gaji pokok, berbagai tunjangan seperti tunjangan BPJS, asuransi, THR, tunjangan pajak, dan bonus.
Untuk BPJS, tunjangan yang harus dibayarkan berupa tunjangan BPJS Kesehatan sebesar 4% dari upah, tunjangan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,24% sampai 1,74% dari upah, dan tunjangan Jaminan Kematian (JKM) sebesar 0,30% dari upah.
Contohnya, seorang karyawan bernama Dudu. Dalam satu bulan ia menerima penghasilan berupa gaji pokok yang sudah termasuk tunjangan transportasi sebesar Rp 6.000.000, kemudian tunjangan BPJS sebesar 4% untuk BPJS Kesehatan, 0,24% untuk JKK, dan 0,30% untuk JKM, lalu memperoleh THR sebesar 1 bulan upah per tahun dan bonus karena berperforma baik Rp 5.000.000 di akhir tahun. Maka Jumlah Penghasilan Bruto karyawan tersebut menjadi seperti ini:
Penghasilan Neto
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menghitung Penghasilan Neto karyawan. Penghasilan neto didapat dari Penghasilan Bruto yang dikurangi komponen pengurangan. Komponen pengurangan tersebut diantaranya adalah biaya jabatan, iuran pensiun karyawan, dan jaminan hari tua (JHT).
Dalam Peraturan Dirjen Pajak No Per-16/PJ 2016, biaya jabatan didefinisikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Besaran komponen ini adalah 5% dari gaji pokok, dengan potongan maksimal sebesar Rp 500.000 per bulan. Itu berarti biaya jabatan hanya akan memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan Rp 500.000, berapapun nilai persentase 5% yang dihasilkan dari total gaji pokok.
Untuk biaya pensiun, perhitungannya sebesar 5% dari Penghasilan Bruto seorang karyawan dengan nilai potongan maksimal Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun. Sementara untuk JHT hanya dihitung untuk yang ditanggung oleh pekerja, sebesar 2% dari upah tetap sebulan (gaji pokok + tunjangan tetap).
Melanjutkan contoh karyawan di atas, perhitungan Penghasilan Neto Dudu akan menjadi seperti ini:
Pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak
Setelah didapatkan jumlah Penghasilan Neto, yang harus dilakukan adalah mengurangi Penghasilan Neto ini dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu batas penghasilan wajib yang dibebaskan dari pajak dalam satu tahun. Jumlah PTKP ditentukan dari besarnya tanggungan keluarga yang dimiliki oleh seorang pegawai.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai mekanisme penentuan PTKP, Anda dapat membacanya lebih lanjut di artikel ini.
PTKP merupakan komponen pengurangan terbesar dalam perhitungan PPh 21. Setelah Penghasilan Neto dikurangi Jumlah PTKP, maka akan didapatkanlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang akan menjadi basis perhitungan persentase PPh 21.
Melanjutkan contoh karyawan sebelumnya, Dudu yang belum memiliki keluarga dan anak akan memiliki perhitungan pengurangan PTKP seperti ini:
Perhitungan Persentase PPh 21
Langkah terakhir adalah menghitung persentase PPh 21 dari jumlah PKP yang sudah didapat. Tarif PPh 21 merupakan tarif progresif berlapis, yang berarti persentase pemotongannya semakin naik seiring dengan bertambahnya jumlah penghasilan seseorang.
Ketentuan persentase PPh 21 menurut UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
- PKP hingga Rp 50.000.000 memiliki tarif pajak 5%
- PKP di antara Rp 50.000.000 hingga Rp 250.000.000 memiliki tarif pajak 15%
- PKP di antara Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000 memiliki tarif pajak 25%
- PKP di atas Rp 500.000.000 memiliki tarif pajak 30%
Jika kembali menggunakan contoh Dudu yang memiliki PKP di bawah Rp 50.000.000, maka perhitungannya menjadi seperti ini:
Rp 22.915.360 x 5% = Rp 1.145.768 (Jumlah PPh 21 Terutang selama 1 tahun)
Kemudian total jumlah PPh 21 terutang 1 tahun tersebut tinggal dibagi 12 bulan sehingga menghasilkan angka seperti ini:
Rp 1.145.768 : 12 = Rp 95.480 (Tarif potongan PPh 21 dalam sebulan)
Hasil akhir Rp 95.480 ini merupakan tarif PPh 21 yang akan dibebankan kepada penghasilan Dudu setiap bulannya dalam setahun hingga ada lagi perubahan pada komponen gaji Dudu.
Karena perhitungan PPh 21 yang cukup rumit, perusahaan dengan jumlah karyawan cukup besar biasanya menggunakan software HRIS seperti CATAPA untuk menghitung tarif PPh 21 karyawan mereka secara otomatis.
Tertarik untuk membuat proses penggajian dan perhitungan PPh 21 lebih efisien? Coba saja CATAPA, GRATIS, disini.